Universitas Madinah

MERETAS MAKNA DAN RELEVANSINYA DALAM PENDIDIKAN MODERN

HADITS JIBRIL, MERETAS MAKNA DAN RELEVANSINYA DALAM PENDIDIKAN MODERN

Ustadz Muh. Irfan Zain, Lc.

MERETAS MAKNA DAN RELEVANSINYA DALAM PENDIDIKAN MODERN

Hadits Jibril, sebuah narasi singkat, tetapi sarat makna, telah menjadi fondasi penting dalam pemahaman umat Islam mengenai dasar-dasar agama. Hadits ini mengisahkan tentang pertemuan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Malaikat Jibril yang datang sebagai sosok orang asing. Beliau hadir dengan membawa peran ganda dalam satu waktu, seorang pendidik dan  pembelajar. Dalam dialog mereka, Jibril bertanya tentang Islam, iman, dan ihsan, serta tanda-tanda hari Kiamat. Jawaban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ringkas dan padat merangkum inti ajaran Islam, menjadikannya sumber referensi utama bagi umat muslim sepanjang masa. Tulisan ini akan mengupas makna tersirat dalam dialog antara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Jibril, serta menggali bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan dalam konteks pendidikan modern.

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنه قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ، لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ، وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَمِ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: «الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَتُقِيمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلاً». قَالَ: صَدَقْتَ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِيمَانِ. قَالَ: «أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ، وَمَلاَئِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ». قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ الإِحْسَانِ. قَالَ: «أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ». قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ. قَالَ: «مَا المَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ». قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ أَمَارَاتِهَا. قَالَ: «أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا، وَأَنْ تَرَى الحُفَاةَ العُرَاةَ العَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي البُنْيَانِ». ثُمَّ انْطَلَقَ، فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ: «يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟» قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: «فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ».

Artinya: “Dari Umar bin Khattab ra berkata, “Suatu hari kami duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul seorang pria dengan pakaian sangat putih dan rambut sangat hitam. Tidak tampak padanya bekas perjalanan dan tidak seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Dia duduk mendekati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menyandarkan lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan telapak tangannya di atas paha Nabi. Dia berkata, ‘Wahai Muhammad, beritahu aku tentang Islam.’ Rasulullah menjawab, ‘Islam adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadan, dan menunaikan haji jika mampu.’ Dia berkata, ‘Benar.’ Kami heran karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkan.

Kemudian dia bertanya lagi, ‘Beritahu aku tentang iman.’ Rasulullah menjawab, ‘Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir baik maupun buruk.’ Dia berkata, ‘Benar.’

Kemudian dia bertanya lagi, ‘Beritahu aku tentang ihsan.’ Rasulullah menjawab, ‘Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.’

Kemudian dia bertanya lagi, ‘Beritahu aku tentang hari kiamat.’ Rasulullah menjawab, ‘Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.’ Dia bertanya lagi, ‘Beritahu aku tentang tanda-tandanya.’ Rasulullah menjawab, ‘Jika budak wanita melahirkan tuannya, dan jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, saling berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan tinggi.’

Kemudian dia pergi, dan aku terdiam sejenak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Wahai Umar, tahukah kamu siapa yang bertanya?’ Aku menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah berkata, ‘Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.'” (HR. Muslim)

Dalam khazanah Islam, hadits Jibril ini sangat terkenal dan memiliki makna yang mendalam tentang ajaran agama. Hadits ini mengisahkan tentang kedatangan Malaikat Jibril ‘Alaihissalaam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajarkan agama Islam secara komprehensif. Peristiwa ini bukan sekadar sebuah narasi historis, melainkan juga mengandung nilai-nilai pendidikan yang relevan bagi umat manusia sepanjang masa.

Dialog Ilahi: Menyingkap Tiga Pilar Utama

Hadits Jibril diriwayatkan oleh Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu. Ketika itu Malaikat Jibril datang dalam rupa seorang pria yang sangat tampan dan mengenakan pakaian yang sangat bersih. Jibril mendekati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan para sahabat dan mengajukan beberapa pertanyaan yang merangkum inti ajaran Islam. Tiga pertanyaan utama tersebut adalah tentang iman, Islam, dan ihsan.

Pertama, Jibril bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab bahwa Islam terdiri dari lima rukun: mengucapkan syahadat, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan menunaikan haji jika mampu. Pertanyaan ini menegaskan pentingnya tindakan lahiriah dalam beragama yang menjadi fondasi dasar keislaman.

Kedua, Jibril bertanya tentang iman. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa iman adalah keyakinan kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir baik maupun buruk. Pertanyaan ini menggambarkan aspek batiniah dari keimanan yang menjadi landasan spiritual seorang Muslim.

Ketiga, Jibril bertanya tentang ihsan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah kita melihat-Nya, dan jika kita tidak mampu melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Allah melihat kita. Ihsan menekankan kualitas spiritual yang tertinggi dalam Islam, yaitu beribadah dengan penuh kesadaran akan kehadiran Allah.

Konsep yang dihantar melalui tiga pilar tersebut, yaitu konsep Islam, Iman, dan Ihsan, memiliki relevansi langsung dengan kehidupan sehari-hari. Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, Iman mengatur keyakinan dan nilai-nilai, sedangkan Ihsan mendorong tindakan yang didasari keikhlasan dan kesadaran spiritual.

Selanjutnya, dialog tersebut diakhiri dengan pertanyaan Jibril tentang tanda-tanda hari kiamat mengingatkan akan pentingnya mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian. Hal ini mendorong umat Muslim untuk senantiasa beramal saleh dan memperbaiki diri.

Nilai-Nilai Pendidikan dalam Hadits Jibril

Hadits Jibril bukan hanya sekadar narasi sejarah, melainkan juga mengandung banyak nilai pendidikan yang sangat relevan dalam konteks pengajaran dan pembelajaran. Beberapa nilai tersebut antara lain:

Pertama, peran yang dimainkan oleh Malaikat Jibril dalam hadits ini bisa dilihat sebagai kombinasi antara seorang pendidik dan penuntut ilmu. Kedua peran ini saling melengkapi dan memiliki tujuan yang sama, yaitu menyampaikan dan menegaskan ajaran agama Islam kepada para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat Muslim pada umumnya. Sebagai pendidik, beberapa nilai pendidikan yang sangat relevan dalam konteks pengajaran dan pembelajaran adalah:

  1. Metode Bertanya: Jibril menggunakan metode bertanya untuk memulai dialog dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Metode ini adalah teknik pedagogi yang efektif untuk mengajak peserta didik berpikir kritis dan reflektif. Dengan bertanya, Jibril merangsang pemikiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, serta menegaskan kembali pengetahuan yang telah mereka miliki.
  2. Mengajar dengan Cara Langsung: Jibril menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang sangat mendasar tentang Islam, iman, dan ihsan. Ini mencakup ajaran dasar yang perlu dipahami dan diamalkan oleh setiap Muslim. Dengan cara ini, Jibril berfungsi sebagai seorang guru yang memberikan pengajaran langsung tentang prinsip-prinsip utama dalam agama Islam.
  3. Penjelasan yang Jelas dan Sistematis: Pertanyaan-pertanyaan Jibril diatur secara sistematis, mulai dari rukun Islam (aspek lahiriah), rukun iman (aspek batiniah), hingga ihsan (aspek spiritual). Ini menunjukkan metode pengajaran yang terstruktur, yang membantu para sahabat untuk memahami dan mengingat ajaran agama dengan lebih baik.

Sebagai penuntut ilmu, , beberapa nilai pendidikan yang sangat relevan dalam konteks pengajaran dan pembelajaran adalah:

  1. Bertanya untuk Menegaskan: Meskipun Jibril sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya, dia bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai cara untuk menegaskan dan memperjelas ajaran agama kepada para sahabat. Ini adalah peran seorang penuntut ilmu yang berusaha mendapatkan penjelasan dan konfirmasi dari sumber yang terpercaya, sekaligus menyebarkannya kepada para sahabat yang mendengarnya ketika itu.
  2. Memvalidasi Pengetahuan: Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab setiap pertanyaan, Jibril membenarkan jawaban tersebut dengan mengatakan, “Benar.” Ini adalah tindakan yang biasa dilakukan oleh seorang penuntut ilmu yang ingin memastikan kebenaran informasi yang diperoleh dari gurunya.
  3. Menyediakan Kesempatan untuk Pengajaran: Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting ini, Jibril menciptakan situasi di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat mengajarkan prinsip-prinsip dasar Islam secara terbuka di depan para sahabat. Ini menunjukkan sikap seorang penuntut ilmu yang tidak hanya mencari pengetahuan untuk dirinya sendiri, tetapi juga menyediakan kesempatan bagi orang lain untuk belajar.

Kedua, hadits ini mengajarkan tentang pentingnya pemahaman holistik dalam pendidikan agama. Islam, iman, dan ihsan adalah tiga komponen yang saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Pendidikan yang baik harus mencakup aspek lahiriah, batiniah, dan spiritual untuk menghasilkan individu yang utuh.

Ketiga, hadits ini menekankan nilai keteladanan dalam pendidikan. Jibril yang hadir dengan dua peran sekaligus menggambarkan kepada kita tentang sikap dan adab yang harus dimiliki

dalam kegiatan pembelajaran, baik sebagai seorang guru maupun sebagai seorang peserta didik. Beliau hadir dalam wujud yang sangat menarik dan berpenampilan rapi, menunjukkan bahwa penampilan dan perilaku di saat melakukan proses belajar-mengajar akan sangat mempengaruhi proses tersebut. Keteladanan dari pendidik akan menjadi inspirasi bagi peserta didik. Sebagaimana adab dan kesungguhan yang ditampilkan oleh peserta didik akan menjadikan suasana belajar mengajar lebih kondusif untuk sebuah hasil yang lebih maksimal.

Keempat, keberadaan Jibril sebagai seorang pembelajar yang merapatkan lututnya ke lutut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan tangannya ke atas pahanya mengandung beberapa nilai penting yang dapat diambil sebagai pelajaran dalam konteks adab belajar dan pendidikan:

  • Kedekatan dan Kehormatan: Tindakan Jibril yang mendekatkan dirinya secara fisik kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan kedekatan dan kehormatan yang tinggi terhadap guru atau sumber ilmu. Ini mencerminkan bahwa dalam menuntut ilmu, seorang murid harus menunjukkan rasa hormat dan penghargaan yang mendalam terhadap gurunya. Kedekatan ini juga memperlihatkan bahwa proses pembelajaran yang efektif memerlukan kedekatan emosional dan keterlibatan langsung antara guru dan murid.
  • Konsentrasi dan Perhatian Penuh: Posisi duduk yang dekat dan kontak fisik tersebut menunjukkan tingkat konsentrasi dan perhatian yang sangat tinggi dari Jibril terhadap apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam proses belajar, sangat penting bagi seorang murid untuk memberikan perhatian penuh dan memfokuskan diri pada materi yang diajarkan.
  • Adab dan Etika dalam Belajar: Sikap Jibril menunjukkan etika yang baik dalam belajar. Menyandarkan lutut dan meletakkan tangan di paha menunjukkan sikap rendah hati, tidak menyombongkan diri, dan kesiapan untuk menerima ilmu dengan hati yang terbuka. Etika ini mengajarkan bahwa seorang murid harus bersikap sopan, tenang, dan penuh adab dalam proses pembelajaran.
  • Interaksi Langsung dan Aktif: Tindakan ini juga menunjukkan pentingnya interaksi langsung dan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan mendekat dan melakukan kontak fisik, Jibril menciptakan lingkungan belajar yang interaktif, di mana terjadi dialog dua arah antara guru dan murid. Ini memperlihatkan bahwa pembelajaran yang efektif melibatkan partisipasi aktif dan interaksi yang mendalam.
  • Menghargai Ilmu dan Guru: Kedekatan fisik dan sikap penuh perhatian yang ditunjukkan oleh Jibril mencerminkan penghargaan yang tinggi terhadap ilmu dan sang guru. Ini mengajarkan pentingnya menghargai ilmu pengetahuan dan orang yang menyampaikannya. Menghargai guru adalah kunci untuk mendapatkan berkah dan manfaat maksimal dari ilmu yang dipelajari.
  • Kesiapan untuk Belajar: Posisi duduk yang dekat dan sikap penuh perhatian juga mencerminkan kesiapan Jibril untuk belajar. Ini menunjukkan bahwa seorang murid harus datang ke sesi pembelajaran dengan sikap yang siap menerima ilmu, baik secara fisik maupun mental. Kesiapan ini meliputi kesediaan untuk mendengarkan, bertanya, dan merenungkan apa yang diajarkan.

Kelima, hadits ini menggarisbawahi pentingnya menginternalisasi nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Ihsan sebagai puncak dari ajaran Islam mengajarkan bahwa setiap tindakan harus dilandasi oleh kesadaran akan kehadiran Allah. Nilai ini mendorong individu untuk selalu berbuat baik dan menjunjung tinggi moralitas.

Relevansi Hadits Jibril dalam Pendidikan Modern

Relevansi hadits Jibril tidak lekang oleh waktu, bahkan dalam pendidikan modern. Metode pembelajaran yang dialogis dan interaktif, seperti yang dicontohkan dalam hadits ini, dapat merangsang pemikiran kritis dan reflektif peserta didik. Pemahaman konseptual yang mendalam tentang Islam, Iman, dan Ihsan akan memberikan landasan yang kokoh bagi peserta didik dalam menjalani kehidupan. Selain itu, penekanan pada relevansi ajaran Islam dengan kehidupan sehari-hari dapat meningkatkan motivasi belajar dan menjadikan pendidikan lebih bermakna.

Tidak hanya itu, nilai-nilai akhlak mulia dan kesadaran spiritual yang terkandung dalam hadits Jibril dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum dan metode pembelajaran. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya berfokus pada pengembangan intelektual, tetapi juga pembentukan karakter peserta didik yang berintegritas, berakhlak mulia, dan memiliki kesadaran spiritual yang tinggi.

Hadits Jibril adalah sumber inspirasi dan pedoman bagi umat Muslim dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama. Lebih dari itu, hadits ini juga merupakan khazanah yang kaya akan nilai-nilai pendidikan yang relevan sepanjang masa. Dengan menggali lebih dalam hikmah dari hadits ini, kita dapat merancang pendekatan pendidikan yang holistik, membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan berlandaskan nilai-nilai spiritual.

Daftar Rujukan

  1. Zain, M. I. (n.d.). Pelajaran dari Hadits Jibril. Al Binaa, 1(10).
  2. Muslim bin Al Hajjaj. (1334 H). Al Jaami’e As Shahih (Shahih Muslim). Daar At Thiba’ah Al ‘Aamirah.
  3. Muhammad bin Sholeh bin Muhammad ‘Al ‘Utsaimiin. (1431 H). Syarhu Al Arba’ien An Nawawiyyah. Daaru At Tsurayya li An Nasyr.
  4. ‘Athiyyah Saalim. Syarhu Al Arba’ien An Nawawiyyah. https://shamela.ws/book/7719/108
  5. Al Fawaaid Al Baidagoojiyyah fi Al Ahaadits An Nabawiyyah. https://www.alukah.net/social/0/129569/