Refleksi Dua Dekade Al Binaa Mewujudkan Santri Shalih

Refleksi Dua Dekade Al Binaa Mewujudkan Santri Shalih

Oleh: Ruslan, M.Pd.

 

Juni 2024 adalah momen spesial bagi Al Binaa Islamic Boarding School. Bulan ini menandai tepat dua dekade perjalanan Al Binaa mewujudkan generasi shalih dalam bingkai tauhidullah, sebagaimana visinya. Usia yang cukup matang untuk menyandang kemapanan dalam dunia pendidikan. Beragam prestasi akademik telah ditorehkan, berbagai lomba telah dimenangkan, berbagai institusi dalam dan luar Jawa datang silih berganti menciduk konsep pendidikan yang dibentangkan. Salah satu institusinya, SMA IT Al Binaa, bahkan masuk dalam 10 besar SMA terbaik di Kabupaten Bekasi versi LTMPT 2022 (tekno.tempo.co, 2024). Tahun ini, SMA IT Al Binaa menyumbang finalis terbanyak dari Kabupaten Bekasi pada ajang OSN tingkat Provinsi Jawa Barat tahun 2024 (pusatprestasinasional.kemdikbud.go.id, 2024). Lulusannya tersebar di berbagai kampus bergengsi di dalam dan luar negeri, termasuk di UIM  Madinah, Al-Azhar Mesir, dan Toronto University Kanada. Hal ini tentu sangat patut untuk disyukuri. Alhamdulillah.

Namun, di balik kegemilangan prestasi-prestasi itu, ada hal yang selalu menjadi buah perbincangan, kadang juga menjadi celetukan, yaitu soal karakter, akhlak, adab, etika, kesopanan, tata krama, atau kata lain yang senafas dengan itu. Berbagai macam hal yang  dipandang tidak pas itu terlihat pada keseharian santri. Berbagai macam barang berpindah dari tempatnya, bergeser jauh sekali: pulpen, sandal, payung, buku, makanan, baju, jam tangan, sepatu, koper, hingga uang. Rokok pun tak jarang hadir saat ada razia. Ragam kata-kata dan tindakan yang memiriskan terdengar saat melewati sekelompok santri. Miris, tapi tak bisa ditepis. Inilah konsekuensi sekaligus tanggung jawab dakwah bagi seluruh insan Al Binaa.

Kenyataan ini tentu menjadi ironi. Ilmu tidak mungkin bersatu dengan jahil. Kepintaran, tanpa karakter adalah musibah. Betapa Islam memberikan nilai yang begitu tinggi pada ilmu karena mulianya ilmu dan para penuntutnya. Sahabat yang mulai sekaligus imam bidang tafsir, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dalam menafsirkan surah Al Mujadilah ayat 11— Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat—menyatakan. “Jarak antara orang berilmu dan orang-orang mukmin adalah 700 derajat. Jarak di antara dua derajatnya adalah 500 tahun perjalanan.” (Ibnu Qudamah, 2017). Betapa mulia dan tingginya mereka!

Muncul pertanyaan kemudian, dengan masa belajar yang cukup panjang: 3 tahun di SMP IT Al Binaa dan 3 tahun selanjutnya di SMA IT Al Binaa, mengapa internalisasi nilai dan ilmu yang semestinya berbuah karakter baik itu belum sesuai harapan? Mengapa dengan aktivitas belajar yang padat di sekolah dan asrama itu belum ampuh membentuk santri shalih, yang berkarakter islami itu? Mengapa dengan kitab, buku, panduan, modul, muqarrar pelajaran yang tidak kurang itu, belum menghadirkan atmosfer pesantren yang sesungguhnya: penuh penghormatan pada ilmu dan guru, ketinggian akhlak? Kenyataan ini selayaknya menjadi renungan sekaligus refleksi mendalam dalam dua dekade perjalanan Al Binaa membina iman, ilmu, dan akhlak, sebagaimana motonya.

Kurikulum Kehidupan

Saya kira semua orang akan sepakat bahwa hal pertama yang perlu direfleksikan ketika muncul masalah adalah rencana dan tindakan masa lalu karena berdampak pada masa depan. Allah Ta’ala menegaskan dalam surah Al-Hasy ayat 18 yang artinya … hendaklah setiap diri melihat apa yang telah lalu untuk masa depan (hari akhirat). Jadi, betapa penting mengecek kembali grand desain, cetak biru, peta jalan pendidikan yang terbingkai dalam kurikulum kehidupan di Al Binaa yang sangat kompleks ini. Kompleksitas yang tidak mudah untuk diurai.

Bayangkan saja, dalam petak tanah seluas kurang lebih 7 hektare ini hidup berbagai variabel pendidikan, mulai dari jenjang TK, SD, SMP, hingga SMA Putra. Ada pula guru dan karyawan. Belum lagi, latar sosial yang sangat majemuk meliputi suku, bahasa, status sosial, latar belakang keluarga, hingga tujuannya datang ke Al Binaa. Kenyataan ini mengharuskan adanya perencanaan kurikulum, bukan hanya kurikulum institusi, melainkan juga—bahkah lebih dari itu—adalah desain kurikulum kehidupan yang sangat terpadu dan berkesinambungan. Dari sini akan tergambar lebih terang kompetensi keilmuan, keterampilan, dan karakter yang diharapkan. Harapannya, profil utuh kompetensi santri akan terprediksi dan termitigasi di jenjang yang sedang didudukinya. Jika ada masalah pada kompetensi tertentu, kita bisa melihat ke belakang, proses mana yang belum tuntas, bagian mana yang perlu dievalasi, lalu bagaimana pula mengatasinya.

Secara lebih praktis, dalam konteks pendidikan karakter di SMA IT Al Binaa, ada dua hal yang menurut penulis belum mendapatkan perhatian serius, yaitu pembinaan bahasa dan pengajaran sejarah. Dengan menguatnya budaya berbahasa, harapannya bahasa-bahasa prokem dan hal kurang pantas lainnya dapat terkikis. Kita masih kelabakan ketika bicara soal bahasa. Padahal, unggul bahasa adalah satu dari tujuh visi 2030 Al Binaa. Pertanyaannya, siapa sebenarnya yang bertanggung jawab pada program ini di putra? Mana turunan dari visi ini dalam bentuk misi, rencana strategis, program kerja prioritas nyata. Dari kelas VII SMP sampai kelas XII SMA bagaimana program pengembangan dan pengawalannya? Kalau poin ini tidak digarap dengan sangat serius, nasibnya akan sama dengan Gerakan 2019 Berbahasa Arab

Yang kedua adalah pengajaran sejarah. Sampai saat ini, mata pelajaran Sejarah tidak diajarkan secara reguler di kelas, masih bermodel stadium general atau mungkin sekali sebulan saja di kelas. Ada juga taklim sirah yang tampaknya belum memadai. Akibatnya, pengetahuan sejarah santri cukup minim. Dampaknya bisa kurang rasa syukur atas nikmat kemerdekaan, kurang menghargai kerja keras, kurang semangat berjuang, inferior, bangga dengan budaya Barat, sekuler, bahkan, bisa jadi anti Pancasila karena disangka thogut. Husaini (2020) menjelaskan urgensi memahami sejarah dengan benar dengan islamic worldview, yaitu menguatkan akidah dan keyakinan pada Islam, memahami sunnatullah, memahami masa kini, merancang masa depan, dan menanamkan sikap ‘izzah. Galakkanlah pengajaran Sejarah agar santri bangga bahwa pernah suatu masa pada 22 Oktober ada resolusi jihad untuk menjaga tanah airnya dari penjajah kafir. Tanggal itu kemudian menjadi peringatan Hari Santri Nasional. Gaungkanlah Sejarah, agar santri paham bahwa Islam bukan penumpang di negeri ini, kita adalah tuan rumah yang membangun Indonesia. 

Gerakan Mestakung

Rancangan kurikulum yang hebat itu pun akan percuma saja jika tidak dengan gerakan bersama.  Tugas selanjutnya adalah memastikan semua komponen melebur dalam satu gerakan semesta mendukung (mestakung) visi pesantren. Gerakan bareng, bersama-sama, berjamaah selayaknya menjadi energi kolektif ber-Al Binaa dalam rangka mewujudkan generasi shalih idaman. Mestakung dari akar rumput sampai pucuk pimpinan. Perlu ada desain mestakung yang terencana, terukur, terkontrol dalam bentuk rencana jangka panjang, menengah, dan pendek. Terjemah visinya bisa beragam, bentuk kegiatan boleh bervariasi, tapi dukungan dari semua komponen, kesatuan gerakan, kesamaan langkah, keserasian lakon tidak bisa ditawar. Dalam tataran yang paling praktis, kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial pada diri guru tidak bisa ditawar. Karyawan meningkatkan kapasitas dirinya agar semakin memahami praktik pelayanan prima. Bagian manajemen menjadi “mesin” pemikir dan perancang berbasis kesejahteraan yang berkeadilan. Semuanya digerakkan dengan kolaborasi demi jalan panjang mewujudkan visi Al Binaa. 

Rencana sudah diputuskan, orang-orang telah dikumpulkan. Sampai di sini, dua per tiga perjalan sudah dituntaskan. Jalannya masih panjang, kelok, onak-durinya masih terbentang. Butuh energi, semangat, keyakinan untuk sampai pada tujuan. Bagian yang terpenting itu adalah keteladanan. Keteladanan adalah kuncinya. Ketika ada santri yang merasa lemah dan mau menyerah, lingkungan yang positif penuh keteladanan akan menjadi energi baginya. Kita bahkan belajar lebih banyak dari praktik langsung daripada hal yang kita dengar. Siapa saja yang menasbihkan dirinya menjadi bagian dari Pondok Pesantren Al Binaa, apa pun profesinya di atas kertas: tukang kebun, tukang cuci, satpam, tukang sapu, guru sekolah, musyrif, kepala bidang hingga mudir sejatinya semuanya adalah guru yang harus memberi teladan yang paling baik dari dirinya.

Guru yang bebadab, yang membawa keteladanan adalah berkah bagi santri-santrinya. Abdurrahman ibn Al-Qasim, murid Imam Malik masih merasa belum puas belajar adab pada gurunya meski telah menghabiskan waktu berguru selama delapan belas tahun. Imam Syafii bahkan rela mengulangi pelajaran sampai empat puluh kali sampai muridnya paham (Ardiansyah, 2020). Sebait mahfudzat berbunyi, “Metode lebih penting daripada materi ajar; guru lebih penting daripada metode; dan jiwa guru lebih penting daripada guru (Husaini, 2020). Semoga kita semua diberikan taufik dan hidayah Allah Ta’ala dalam usaha mendidik santri demi terwujudnya generasi shalih berbingkai tauhidullah. 

 

Daftar Rujukan

Al-Qur’an Terjemah. 2018. Bandung: CV Cordoba.

Al-Ghiffari, Ahda Abid. 2020. Bunga Rampai Sejarah Perjuangan Umat Islam Indonesia. Depok: Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.

Ardiansyah, Muhammad. 2020. Catatan Pendidikan: Refleksi tentang Nilai-Nilai Adab dan Budaya Ilmu dalam Islam. Depok: Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa.

Darmawan, Zulkifli Tri dkk. 2022. Mewujudkan Indonesia Beradab. Sukabumi: Farha Pustaka.

Dwi, Andika. 2024. “10 SMA Terbaik Di Bekasi, Referensi untuk PPDB 2024”.  Diakses pada Rabu, 12 Juni 2024 https://tekno.tempo.co/read/1816442/10-sma-terbaik-di-bekasi-referensi-untuk-ppdb-2024

Hasil Pelaksanaan OSN-K Jenjang SMA/MA Tahun 2024. Diakses pada Rabu, 12 Juni 2024 https://pusatprestasinasional.kemdikbud.go.id/pengumuman/sma/hasil-pelaksanaan-osn-k-jenjang-smama-tahun-2024-2024-sma

Hidayat, Nuaim. 2013. “Bahasa Indonesia, Nasibmu Kini”. Jurnal Pemikiran Islam Republika. Jakarta: Republika-INSIST. 

Husaini, Adian dkk. 2013. Filsafat Ilmu: Pespektif Islam dan Barat. Depok: Gema Insani.

Husaini, Adian. 2020. Jangan Kalah sama Monyet: 101 Gagasan Pemandu Pemikiran pada Era Kebohongan. Yogyakarta: Pro-U Media.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisy, Al-Imam Asy-Syaikh Ahmad bin Abdurrahman,

Mukhtashar Minhajul Qashidin. Terjemah oleh Kathur Suhardi, 2017. Minhajul Qashidin:

Jalan Orang-orang yang mendapat Petunjuk, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Tags: No tags

Comments are closed.